Selasa, 13 Oktober 2015

MAKALAH
MATA KULIAH FIQIH ZAKAT
Dosen : Dr. Sumuran Harahap, M.Ag, MM, MH, M.Si.

SEJARAH PENSYARIATAN ZAKAT DAN PERKEMBANGANNYA DARI MASA KE MASA
(SEBELUM DAN SESUDAH NABI MUHAMMAD SAW)


ZAHRATUN NIHAYAH
(1113-046000-024)

MANAJEMEN ZAKAT INFAK SODHAQOH DAN WAKAF
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
OKTOBER 2015



Latar Belakang

Islam adalah sebuah sistem yang sempurna dan komprehensif. Dengan Islam, Allah memuliakan manusia, agar dapat hidup dengan nyaman dan sejahtera di muka bumi ini. Allah menyempurnakan kenyamanan kehidupan manusia, pada awalnya dengan memberi petunjuk kepadanya tentang identitas dirinya yang sesungguhnya. Allah mengajarkan kepadanya bahwa ia adalah seorang hamba yang dimiliki oleh Tuhan yang maha Esa dan bersifat dengan sifat-sifat kesempurnaan. Selanjutnya Allah memberikan sarana-sarana untuk menuju kehidupan yang mulia dan memungkinkan dirinya melakukan ibadah. Namun demikian, sarana-sarana tersebut tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan jalan saling tolong menolong antar sesama atas dasar saling menghormati, dan menjaga hak dan kewajiban sesama.

Diantara sarana-sarana menuju kebahagian hidup manusia yang diciptakan Allah melalui agama Islam adalah disyariatkannya Zakat. Zakat disyariatkan dalam rangka meluruskan perjalanan manusia agar selaras dengan syarat-syarat menuju kesejahteraan manusia secara pribadi dan kesejahteraan manusia dalam hubungannya dengan orang lain. Zakat berfungsi menjaga kepemilikan pribadi agar tidak keluar dari timbangan keadilan, dan menjaga jarak kesenjangan sosial yang menjadi biang utama terjadinya gejolak yang berakibat runtuhnya ukhuwah, tertikamnya kehormatan dan robeknya integritas bangsa.

A.    Pensyariatan Zakat


Artinya: “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”. (QS. Al-Baqarah: 43)

Pada peringkat permulaan Islam, zakat diwajibkan di Mekah. Hal ini banyak diterangkan di dalam nas al-Quran yang turun dalam period Mekah. Namun kewajipan tersebut diperintahkan secara umum dengan tidak diperincikan jenis-jenis zakat, apakah harta yang diwajibkan zakat serta kadar yang wajib dikeluarkan. Persoalan ini diserahkan kepada budi bicara dan timbang rasa masyarakat Islam di Mekah pada masa itu. Jika mereka seorang yang kaya, berharta dan ingin berzakat, mereka boleh mengeluarkan apa sahaja dengan kadar yang mereka mahu berikan.[1]
Setelah penghijrahan Baginda SAW ke Madinah, umat Islam semakin kuat dan negara Islam mula dibentuk. Pada tahun kedua hijrah, zakat disyariatkan dalam bentuk yang lengkap sempurna dengan penerangan tentang harta yang dikenakan zakat, kadar yang wajib dikeluarkan, golongan yang berhak menerimanya dan segala hukum-hakam yang berkaitan[2]. Zakat mulai diwajibkan pada tahun kedua hijriah.
·         Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a bahwa tatkala Nabi Muhammad mengutus Muadz bin Jabal r.a datang kepada suatu kaum dari golongan ahli kitab , maka lebih dulu serulah mereka mengakui bahwa Tiada Tuhan selain Allah SWT, bahwa saya adalah utusan Allah. Jika mereka menerima itu, beritahulah bahwa Allah SWT telah mewajibkan bagi mereka sholat yang lima waktu dalam sehari semalam. Jika telah mereka taati, sampaikanlah bahwa Allah telah mewajibkan zakat pada harta benda yang dipungut dari orang-orang kaya dan berikan kepada orang miskin diantara mereka.
·         Dalam buku Al-Ausht  dan Ash Shahir, Tharbani meriwayatkan dari Ali , bahwa Nabi SAW bersabda :
“ Allah SWT mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya dari kaum muslimin sejumlah yang dapat melapangi orang-orang miskin diantara mereka. Fakir miskin itu tiadalah menderita menghadapi kelaparan dan kesulitan sandang, kecuali karena perbuatan orang kaya. Ingatlah Allah akan mengadili mereka nanti secara tegas dan menyiksa mereka dengan pedih.”
           
            Kewajiban zakat di mekkah diawal perkembangan islam adalah secara mutlak, tidak dibatasi berapa besar harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, tidak pula jumlah yang harus dizakatkan. Semua itu diserahkan kepada kesadaran dan kemurahan kaum muslimin belaka. Barulah pada tahun ke-2 hijriah mulai ditetapkan besar dan jumlah tiap jenis harta secara terperinci.

B.    Perkembangan Zakat

v  Pada Masa Rasulullah SAW.

Sebagaimana disyari’atkan kepada Rasul-Rasul terdahulu, zakat juga disyaria’atkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Pensyari’atan zakat telah terjadi sejak Nabi berada di Makkah, bersamaan dengan perintah mendirikan shalat. Di dalam Al-Qur’an terdapat tidak kurang dari 82 ayat yang berisi perintah menunaikan zakat bersamaan dengan perintah mendirikan shalat, baik perintah tersebut ada yang menggunakan lafal shadaqah maupun zakat. Dari sekian ayat itu diantaranya adalah ayat-ayat makiyyah. Perhatian Islam yang besar terhadap penanggulangan problem kemiskinan dan orang-orang miskin dapat dilihat dari kenyataan bahwa Islam semenjak fajarnya baru menyingsing di Kota Mekkah saat umat Islam masih beberapa orang dan hidup tertekan- sudah mempunyai kitab suci yang memberikan perhatian penuh dan terus menerus pada masalah sosial penanggulangan kemiskinan tersebut. Ayat – ayat tentang zakat yang diturunkan pada periode Mekkah tidak secara tegas menyatakan kewajiban zakat, umumnya lebih bersifat informatif. Misalnya bercerita tentang hak-hak fakir miskin atau ketentraman dan kebahagiaan orang-orang yang menunaikan zakat. Ayat-ayat yang diturukan pada periode Mekah hanya bersifat anjuran mengenai bershadaqah, lafal yang digunakan pun lebih banyak menggunakan lafal shadaqah daripada zakat. Beberapa ayat bahkan disandingkan dengan himbauan untuk tidak mengambil riba, meskipun larangan tersebut masih belum bersifat larangan. Bahwasanya pada periode Mekkah syariat zakat belum menjadi syari’at yang bersifat wajib dan masih bersifat himbauan dan anjuran, karena ayat-ayat Mekkah tidak memakai sighat amar. Hal itu misalnya bisa diperhatikan dalam ayat makkiyah tentang zakat berikut ini :
 “Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”  (Q.S Ar-Rum : 39) 
Dalam sejarah perundang-undangan islam, zakat baru diwajibkan di Madinah, tetapi dalam Al Quran banyak membicarakan hal tersebur dalam ayat makkiyah. Hal tersebut dikarenakan bahwa zakat yang termaktub didalam surat-surat makkiyah tidak sama dengan zakat yang diwajibkan di Madinah, dimana nisab dan besarnya sudah ditentukan. Untuk mempermudah mekanisme pemungutan dan penyaluran zakat, Nabi mengangkat petugas khusus yang dikenal sevagai A’mil. Amil yang diangkat Rasul ada 2 macam
1.      Amil yang berdomisili di dalam kota madinah, statusnya freelance tidak memperoleh gaji tetap hanya kadang memperoleh honorarium sebagai balas jasa atas kerjanya dalam mendayagunakan zakat.( contohnya Umar bin Khattab )
2.       Amil yang tinggal diluar kota Madinah, status mereka sebagai wali pemerintah  yang merangkap menjadi Amil. ( contoh nya Muadz bin Jabal )
Sebagai amil, mereka diperbolehkan mengambil bagian dari zakat dan diperkenankan untuk langsung mendistribusikannya kepada yang membutuhkan di daerah tersebut. Jadi konsep pendistribusian pada masa Nabi SAW adalah langsung menghabiskan dana zakat yang diterima. Karena NabI memandang bahwa setiap daerah tertentu memiliki kebutuhan dan orang-orang yang akan dibantu sendiri.




v  Masa Khalifah

1.      Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Dalam menangani dan mengelola zakat Abu Bakar Ash-shiddiq selalu berpedoman pada sebuah hadits Nabi SAW : 
“ dari Umar ra. Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda : saya diperintahkan untuk memerangi manusia, sampai mereka mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Apabila mereka melaksanakan semuanya, mereka telah memelihara darh dan hartanya padaku, kecuali yang hak islam, maka perhintungan mereka berserah kepada Allah “ (H.R. Bukhari & Muslim)
Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq memerangi orang yang tidak berzakat, seperti memerangi orang yang tidak sholat. Khalifah mengangkat petugas-petugas zakat dan mendistribusikan kepada mustahi  secara langsung tidak menumpuk di baitul mal.
2.      Masa Umar Bin al-Khatab
Pemungutan dan pengelolaan zakat pada masa ini dilakukan secara intensif. Penerimaan zakat menambah drastis karena jumlah zakat bertambah secara kuantitatif disebabkan berkembangnya wilayah kekuasaan. Pendapat Umar mengenai zakat, menurutnya zakat merupakan sumber pendapatan negara, dan merupakan sumber pembiayaan ini dalam pemecahan masalah ekonomi. Umar memahami bahwa tujuan utama kewajiban zakat yakni mencegah menumpuknya harta dibawah kekuasaan sekelompok kecil.
3.      Masa Utsman bin Affan
Pada periode ini penerimaan zakat meningkat, sehingga gudang Baitul mal penuh dengan harta zakat. Khalifah mengeluarkan hartanya sendiri untuk memperbesar penerimaan zakat untuk kepentingan negara. Dana zakat yang terkumpul segara didistribusikan kepada berhakrd. Jika terdapat sisa di baitul mal, maka beliau menginstruksikan untuk menyalurkannya ke lembaga-lembaga sosial yang memberi manfaat bagi kemaslahatan ummat, terutama membiayai pembangunan dan ta’mir Masjid Rasulullah.
4.      Masa Ali bin Abi Tholib
Meskipun dalam suasana politik yang tidak stabil, Ali tetap menangani persoalan zakat bahkan terlibat langsung secara secara intensif melakukan pendistribusian.

v  Zakat dalam Kebijakan dan Pemikiran Tokoh-tokoh penting Pada masa Daulah Islamiyyah.

1.      Umar bin Abdul aziz
            Pada masa ini jenis-jenis harta kekayaan yang dikenakan zakat mengalami pertambahan. Dalam Yusuf Qardlawi menuturkan khalifah umar bin Abdul Aziz adalah orang yang pertamma kali mewajibkan zakat dari harta kekayaan yang diperoleh dari penghasilan usaha atau hasil jasa baik termaksud gaji, honorium, penghasilan profesi.
2.      Abu ‘ubayd al-Qosim Ibn Sallam
            Pendapatnya dalam kitab Al-amwal tentang keuangan negara diantaranya berkenaan dengan zakat ;
a.      Zakat merupakan salah satu jenis harta yang dikumpmulkan dan disalurkan.
b.      Tidak ada batas tertinggi pembayaran zakat dan penyalurannya.

3.       Al-Ghazali

Pendapatnya tentang norma- norma kehidupan sosial diantaranya berkaitan dengan pengelolaan  harta dan kewajiban zakat. 
a.      Penimbunan kekayaan berlebihan adalah penindasan.
b.      Kewajiban untuk membantu rakyat yang kekurangan melalui bendahara publik. Dana bendahara publik diantaranya berasal dari pemungutan rakyat.

4.      Ibnu Taimiyah

Menurut ibnu taimiyah zakat merupakan salah satu sumber penerimaan publik yang menjadi sumber utama pendapatan negara. Zakat merupakan tonggak dan sistem perpajakan dalam negara islam Menurutnya pembagian zakat kepada 8 asnaf harus dibagikan secara merata.
Jika penguasa tidak adil dalam pendistribusian dana zakat, setiap orang boleh menoolak mebayar zakat kepada mereka dan diperkenankan secara langsung menyalurkan zakat kepada mereka yang berhak.






v  Zakat di Indonesia
Ketika bangsa Indonesia sedang berjuang melawan penjajahan Barat dahulu, zakat berperan sebagai sumber dana bagi perjuangan kemerdekaan tersebut. Setelah mengetahui fungsi dan kegunaan zakat yang semacam itu,Pemerintah Hindia Belanda melemahkan sumber keuangan dan dana perjuangan rakyat dengan cara melarang semua pegawai pemerintah dan priyayi pribumi mengeluarkan zakat harta mereka. Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda ini menjadi batu sandungan dan hambatan bagi terselenggaranya pelaksanaan zakat.
Namun kemudian, pada awal abad XX, diterbitkanlah peraturan yang tercantum dalam Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Pebruari 1905. Dalam pengaturan ini Pemerintah Hindia Belanda tidak akan lagi mencampuri urusan pengelolaan zakat, dan sepenuhnyapengelolaan zakat diserahkan kepada umat Islam.
            Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, zakat kembali menjadi perhatian para ekonom dan ahli fiqih bersama pemerintah dalam menyusun ekonomi Indonesia. Hal tersebut dapat kita lihat pada pasal-pasal dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan kebebasan menjalankan syariat agama (pasal 29), dan pasal 34 UUD  1945 yang menegaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara. Kata-kata fakir miskin yang dipergunakan dalam pasal tersebut jelas menunjukkan kepada mustahiq zakat (golongan yang berhak menerima zakat). Kementerian Agama mulai menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelaksanaan Zakat dan Rencana Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (RPPPUU) tentang Pelaksanaan Pengumpulan dan Pembagian Zakat serta Pembentukan Baitul Mal pada tahun 1964. Sayangnya, kedua perangkat peraturan tersebut belum sempat diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun kepada Presiden.









Kesimpulan
            Pensyari’atan zakat telah terjadi sejak Nabi berada di Makkah, bersamaan dengan perintah mendirikan shalat. Di dalam Al-Qur’an terdapat tidak kurang dari 82 ayat yang berisi perintah menunaikan zakat bersamaan dengan perintah mendirikan shalat, baik perintah tersebut ada yang menggunakan lafal shadaqah maupun zakat.
            Pertumbuhan zakat terus berkembang tak terkecuali pada zaman khalifah. Khalifah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak membayar zakat, pada masa Umar pertumbuhan zakat mengalami peningkatan sebab adanya perluasan wilayah. Begitu juga dengan khalifah Ustman dan Ali.
Pengumpulan zakat sudah dilakukan di Indonesia sejak zaman kerajaan hingga sekarang. Berkembangnya lembaga zakat merupakan kemajuan berkembangnya zakat di Indonesia.









Daftar Pustaka
·         Www.republika.com
·         Mhd Ali, Nurdin, Zakat sebagai instrumen dalam kebijakan fiskal. (Jakarta : Raja grafindo persada)
·         Lili Bariadi, Muhammad Zen, M. Hudri, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta : CED)

·         Abdullah Muhammad Basmeh, Mastika Hadis Rasulullah SAW, Bahagian Hal Ehwal Islam, Jabatan Perdana Menteri, Kuala Lumpur, 1995.