MAKALAH
MATA KULIAH FIQIH ZAKAT
Dosen : Dr. Sumuran
Harahap, M.Ag, MM, MH, M.Si.
SEJARAH PENSYARIATAN ZAKAT DAN
PERKEMBANGANNYA DARI MASA KE MASA
(SEBELUM DAN SESUDAH NABI MUHAMMAD
SAW)
ZAHRATUN NIHAYAH
(1113-046000-024)
MANAJEMEN ZAKAT INFAK SODHAQOH DAN
WAKAF
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
OKTOBER 2015
Latar Belakang
Islam
adalah sebuah sistem yang sempurna dan komprehensif. Dengan Islam, Allah
memuliakan manusia, agar dapat hidup dengan nyaman dan sejahtera di muka bumi
ini. Allah menyempurnakan kenyamanan kehidupan manusia, pada awalnya dengan
memberi petunjuk kepadanya tentang identitas dirinya yang sesungguhnya. Allah
mengajarkan kepadanya bahwa ia adalah seorang hamba yang dimiliki oleh Tuhan
yang maha Esa dan bersifat dengan sifat-sifat kesempurnaan. Selanjutnya Allah
memberikan sarana-sarana untuk menuju kehidupan yang mulia dan memungkinkan
dirinya melakukan ibadah. Namun demikian, sarana-sarana tersebut tidak akan
dapat diperoleh kecuali dengan jalan saling tolong menolong antar sesama atas
dasar saling menghormati, dan menjaga hak dan kewajiban sesama.
Diantara
sarana-sarana menuju kebahagian hidup manusia yang diciptakan Allah melalui
agama Islam adalah disyariatkannya Zakat. Zakat disyariatkan dalam rangka
meluruskan perjalanan manusia agar selaras dengan syarat-syarat menuju
kesejahteraan manusia secara pribadi dan kesejahteraan manusia dalam hubungannya
dengan orang lain. Zakat berfungsi menjaga kepemilikan pribadi agar tidak
keluar dari timbangan keadilan, dan menjaga jarak kesenjangan sosial yang
menjadi biang utama terjadinya gejolak yang berakibat runtuhnya ukhuwah,
tertikamnya kehormatan dan robeknya integritas bangsa.
A.
Pensyariatan
Zakat
Artinya: “Dirikanlah
shalat dan tunaikanlah zakat”. (QS. Al-Baqarah: 43)
Pada peringkat
permulaan Islam, zakat diwajibkan di Mekah. Hal ini banyak diterangkan di dalam
nas al-Quran yang turun dalam period Mekah. Namun kewajipan tersebut
diperintahkan secara umum dengan tidak diperincikan jenis-jenis zakat, apakah
harta yang diwajibkan zakat serta kadar yang wajib dikeluarkan. Persoalan ini
diserahkan kepada budi bicara dan timbang rasa masyarakat Islam di Mekah pada
masa itu. Jika mereka seorang yang kaya, berharta dan ingin berzakat, mereka
boleh mengeluarkan apa sahaja dengan kadar yang mereka mahu berikan.[1]
Setelah penghijrahan
Baginda SAW ke Madinah, umat Islam semakin kuat dan negara Islam mula dibentuk.
Pada tahun kedua hijrah, zakat disyariatkan dalam bentuk yang lengkap sempurna
dengan penerangan tentang harta yang dikenakan zakat, kadar yang wajib dikeluarkan,
golongan yang berhak menerimanya dan segala hukum-hakam yang berkaitan[2]. Zakat mulai diwajibkan pada tahun kedua hijriah.
·
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a bahwa tatkala Nabi
Muhammad mengutus Muadz bin Jabal r.a datang kepada suatu kaum dari golongan
ahli kitab , maka lebih dulu serulah mereka mengakui bahwa Tiada Tuhan selain
Allah SWT, bahwa saya adalah utusan Allah. Jika mereka menerima itu, beritahulah
bahwa Allah SWT telah mewajibkan bagi mereka sholat yang lima waktu dalam
sehari semalam. Jika telah mereka taati, sampaikanlah bahwa Allah telah
mewajibkan zakat pada harta benda yang dipungut dari orang-orang kaya dan
berikan kepada orang miskin diantara mereka.
·
Dalam buku Al-Ausht
dan Ash Shahir, Tharbani meriwayatkan dari Ali , bahwa Nabi SAW bersabda
:
“ Allah SWT mewajibkan
zakat pada harta orang-orang kaya dari kaum muslimin sejumlah yang dapat
melapangi orang-orang miskin diantara mereka. Fakir miskin itu tiadalah
menderita menghadapi kelaparan dan kesulitan sandang, kecuali karena perbuatan
orang kaya. Ingatlah Allah akan mengadili mereka nanti secara tegas dan
menyiksa mereka dengan pedih.”
Kewajiban
zakat di mekkah diawal perkembangan islam adalah secara mutlak, tidak dibatasi
berapa besar harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, tidak pula jumlah yang
harus dizakatkan. Semua itu diserahkan kepada kesadaran dan kemurahan kaum
muslimin belaka. Barulah pada tahun ke-2 hijriah mulai ditetapkan besar dan
jumlah tiap jenis harta secara terperinci.
B.
Perkembangan
Zakat
v Pada Masa Rasulullah SAW.
Sebagaimana disyari’atkan kepada Rasul-Rasul terdahulu, zakat juga
disyaria’atkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Pensyari’atan zakat telah
terjadi sejak Nabi berada di Makkah, bersamaan dengan perintah mendirikan
shalat. Di dalam Al-Qur’an terdapat tidak kurang dari 82 ayat yang berisi
perintah menunaikan zakat bersamaan dengan perintah mendirikan shalat, baik
perintah tersebut ada yang menggunakan lafal shadaqah maupun zakat. Dari sekian
ayat itu diantaranya adalah ayat-ayat makiyyah. Perhatian Islam yang besar
terhadap penanggulangan problem kemiskinan dan orang-orang miskin dapat dilihat
dari kenyataan bahwa Islam semenjak fajarnya baru menyingsing di Kota Mekkah saat
umat Islam masih beberapa orang dan hidup tertekan- sudah mempunyai kitab suci
yang memberikan perhatian penuh dan terus menerus pada masalah sosial
penanggulangan kemiskinan tersebut. Ayat – ayat tentang zakat yang diturunkan
pada periode Mekkah tidak secara tegas menyatakan kewajiban zakat, umumnya
lebih bersifat informatif. Misalnya bercerita tentang hak-hak fakir miskin atau
ketentraman dan kebahagiaan orang-orang yang menunaikan zakat. Ayat-ayat yang
diturukan pada periode Mekah hanya bersifat anjuran mengenai bershadaqah, lafal
yang digunakan pun lebih banyak menggunakan lafal shadaqah daripada zakat.
Beberapa ayat bahkan disandingkan dengan himbauan untuk tidak mengambil riba,
meskipun larangan tersebut masih belum bersifat larangan. Bahwasanya pada
periode Mekkah syariat zakat belum menjadi syari’at yang bersifat wajib dan
masih bersifat himbauan dan anjuran, karena ayat-ayat Mekkah tidak memakai
sighat amar. Hal itu misalnya bisa diperhatikan dalam ayat makkiyah tentang
zakat berikut ini :
“Dan sesuatu riba yang kamu
berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada
sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya).” (Q.S
Ar-Rum : 39)
Dalam sejarah
perundang-undangan islam, zakat baru diwajibkan di Madinah, tetapi dalam Al
Quran banyak membicarakan hal tersebur dalam ayat makkiyah. Hal tersebut
dikarenakan bahwa zakat yang termaktub didalam surat-surat makkiyah tidak sama
dengan zakat yang diwajibkan di Madinah, dimana nisab dan besarnya sudah
ditentukan. Untuk mempermudah mekanisme pemungutan dan penyaluran zakat, Nabi
mengangkat petugas khusus yang dikenal sevagai A’mil. Amil yang diangkat Rasul
ada 2 macam
1.
Amil yang berdomisili di dalam kota madinah, statusnya freelance
tidak memperoleh gaji tetap hanya kadang memperoleh honorarium sebagai balas
jasa atas kerjanya dalam mendayagunakan zakat.( contohnya Umar bin Khattab )
2.
Amil yang tinggal diluar
kota Madinah, status mereka sebagai wali pemerintah yang merangkap menjadi Amil. ( contoh nya
Muadz bin Jabal )
Sebagai amil, mereka
diperbolehkan mengambil bagian dari zakat dan diperkenankan untuk langsung
mendistribusikannya kepada yang membutuhkan di daerah tersebut. Jadi konsep
pendistribusian pada masa Nabi SAW adalah langsung menghabiskan dana zakat yang
diterima. Karena NabI memandang bahwa setiap daerah tertentu memiliki kebutuhan
dan orang-orang yang akan dibantu sendiri.
v Masa
Khalifah
1.
Masa Abu Bakar
Ash-Shiddiq
Dalam menangani dan mengelola zakat Abu Bakar
Ash-shiddiq selalu berpedoman pada sebuah hadits Nabi SAW :
“
dari Umar ra. Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda : saya diperintahkan untuk
memerangi manusia, sampai mereka mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan
sholat dan menunaikan zakat. Apabila mereka melaksanakan semuanya, mereka telah
memelihara darh dan hartanya padaku, kecuali yang hak islam, maka perhintungan
mereka berserah kepada Allah “ (H.R. Bukhari & Muslim)
Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq memerangi orang
yang tidak berzakat, seperti memerangi orang yang tidak sholat. Khalifah
mengangkat petugas-petugas zakat dan mendistribusikan kepada mustahi secara langsung tidak menumpuk di baitul mal.
2.
Masa Umar Bin
al-Khatab
Pemungutan dan pengelolaan zakat pada masa ini
dilakukan secara intensif. Penerimaan zakat menambah drastis karena jumlah
zakat bertambah secara kuantitatif disebabkan berkembangnya wilayah kekuasaan. Pendapat
Umar mengenai zakat, menurutnya zakat merupakan sumber pendapatan negara, dan
merupakan sumber pembiayaan ini dalam pemecahan masalah ekonomi. Umar memahami
bahwa tujuan utama kewajiban zakat yakni mencegah menumpuknya harta dibawah
kekuasaan sekelompok kecil.
3.
Masa Utsman bin
Affan
Pada periode ini penerimaan zakat meningkat,
sehingga gudang Baitul mal penuh dengan harta zakat. Khalifah mengeluarkan
hartanya sendiri untuk memperbesar penerimaan zakat untuk kepentingan negara. Dana
zakat yang terkumpul segara didistribusikan kepada berhakrd. Jika terdapat sisa
di baitul mal, maka beliau menginstruksikan untuk menyalurkannya ke
lembaga-lembaga sosial yang memberi manfaat bagi kemaslahatan ummat, terutama
membiayai pembangunan dan ta’mir Masjid Rasulullah.
4.
Masa Ali bin Abi
Tholib
Meskipun dalam suasana politik yang tidak
stabil, Ali tetap menangani persoalan zakat bahkan terlibat langsung secara
secara intensif melakukan pendistribusian.
v Zakat dalam
Kebijakan dan Pemikiran Tokoh-tokoh penting Pada masa Daulah Islamiyyah.
1. Umar bin Abdul aziz
Pada masa ini jenis-jenis harta
kekayaan yang dikenakan zakat mengalami pertambahan. Dalam Yusuf Qardlawi
menuturkan khalifah umar bin Abdul Aziz adalah orang yang pertamma kali
mewajibkan zakat dari harta kekayaan yang diperoleh dari penghasilan usaha atau
hasil jasa baik termaksud gaji, honorium, penghasilan profesi.
2. Abu ‘ubayd al-Qosim Ibn Sallam
Pendapatnya dalam kitab Al-amwal
tentang keuangan negara diantaranya berkenaan dengan zakat ;
a.
Zakat merupakan
salah satu jenis harta yang dikumpmulkan dan disalurkan.
b.
Tidak ada batas
tertinggi pembayaran zakat dan penyalurannya.
3. Al-Ghazali
Pendapatnya
tentang norma- norma kehidupan sosial diantaranya berkaitan dengan
pengelolaan harta dan kewajiban zakat.
a. Penimbunan kekayaan berlebihan adalah
penindasan.
b. Kewajiban untuk membantu rakyat yang
kekurangan melalui bendahara publik. Dana bendahara publik diantaranya berasal
dari pemungutan rakyat.
4. Ibnu Taimiyah
Menurut ibnu
taimiyah zakat merupakan salah satu sumber penerimaan publik yang menjadi
sumber utama pendapatan negara. Zakat merupakan tonggak dan sistem perpajakan
dalam negara islam Menurutnya pembagian zakat kepada 8 asnaf harus dibagikan
secara merata.
Jika
penguasa tidak adil dalam pendistribusian dana zakat, setiap orang boleh
menoolak mebayar zakat kepada mereka dan diperkenankan secara langsung
menyalurkan zakat kepada mereka yang berhak.
v Zakat di
Indonesia
Ketika bangsa
Indonesia sedang berjuang melawan penjajahan Barat dahulu, zakat berperan
sebagai sumber dana bagi perjuangan kemerdekaan tersebut. Setelah mengetahui
fungsi dan kegunaan zakat yang semacam itu,Pemerintah Hindia Belanda melemahkan
sumber keuangan dan dana perjuangan rakyat dengan cara melarang semua pegawai
pemerintah dan priyayi pribumi mengeluarkan zakat harta mereka. Kebijakan
Pemerintah Hindia Belanda ini menjadi batu sandungan dan hambatan bagi
terselenggaranya pelaksanaan zakat.
Namun kemudian, pada
awal abad XX, diterbitkanlah peraturan yang tercantum dalam Ordonantie
Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Pebruari 1905. Dalam pengaturan
ini Pemerintah Hindia Belanda tidak akan lagi mencampuri urusan pengelolaan
zakat, dan sepenuhnyapengelolaan zakat diserahkan kepada umat Islam.
Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, zakat kembali menjadi
perhatian para ekonom dan ahli fiqih bersama pemerintah dalam menyusun ekonomi
Indonesia. Hal tersebut dapat kita lihat pada pasal-pasal dalam UUD 1945 yang
berkaitan dengan kebebasan menjalankan syariat agama (pasal 29), dan pasal 34
UUD 1945 yang menegaskan bahwa fakir
miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara. Kata-kata fakir miskin yang
dipergunakan dalam pasal tersebut jelas menunjukkan kepada mustahiq zakat
(golongan yang berhak menerima zakat). Kementerian Agama mulai menyusun
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelaksanaan Zakat dan Rencana Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (RPPPUU) tentang Pelaksanaan Pengumpulan dan
Pembagian Zakat serta Pembentukan Baitul Mal pada tahun 1964. Sayangnya, kedua
perangkat peraturan tersebut belum sempat diajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) maupun kepada Presiden.
Kesimpulan
Pensyari’atan zakat telah terjadi sejak Nabi berada di Makkah, bersamaan
dengan perintah mendirikan shalat. Di dalam Al-Qur’an terdapat tidak kurang
dari 82 ayat yang berisi perintah menunaikan zakat bersamaan dengan perintah
mendirikan shalat, baik perintah tersebut ada yang menggunakan lafal shadaqah
maupun zakat.
Pertumbuhan zakat terus berkembang
tak terkecuali pada zaman khalifah. Khalifah Abu Bakar memerangi orang-orang
yang tidak membayar zakat, pada masa Umar pertumbuhan zakat mengalami
peningkatan sebab adanya perluasan wilayah. Begitu juga dengan khalifah Ustman
dan Ali.
Pengumpulan zakat sudah dilakukan di Indonesia sejak zaman kerajaan hingga
sekarang. Berkembangnya lembaga zakat merupakan kemajuan berkembangnya zakat di
Indonesia.
Daftar Pustaka
·
Mhd Ali, Nurdin, Zakat
sebagai instrumen dalam kebijakan fiskal. (Jakarta : Raja grafindo persada)
·
Lili Bariadi, Muhammad Zen, M. Hudri, Zakat dan
Wirausaha, (Jakarta : CED)
·
Abdullah Muhammad
Basmeh, Mastika Hadis Rasulullah SAW, Bahagian Hal Ehwal Islam,
Jabatan Perdana Menteri, Kuala Lumpur, 1995.