“Pengertian Wakaf, Dasar Hukum Wakaf,
Rukun Wakaf, Syarat Wakaf dan Nadzir”
\
Zahratun Nihayah
(1113-046000-024)
Al Arif Billah
(1113-046000-083)
Wakaf merupakan
salah satu ibadah kebendaan yang penting yang secara ekplisit tidak memiliki
rujukan dalam kitab suci Al-Quran. Oleh karena itu, ulama telah melakukan
identifikasi untuk mencari “induk kata” sebagai sandaran hukum. Hasil
identifikasi mereka juga akhirnya melahirkan ragam nomenklatur wakaf yang dijelaskan
pada bagian berikut.
Wakaf adalah institusi sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit
dalam al-Quran dan sunah. Ulama berpendapat bahwa perintah wakaf merupakan
bagian dari perintah untuk melakukan al-khayr (secara harfiah
berarti kebaikan). Dasarnya adalah firman Allah berikut :
وافعلوا الخير لعلكم تفلحون
...dan berbuatlah
kebajikan agar kamu memperoleh kemenangan”[1]
Dalam ayat tentang wasiat, kata al-khayr diartikan dengan
harta benda. Oleh karena itu, perintah melakukan al-khayr berarti
perintah untuk melakukan ibadah bendawi. Dengan demikian, wakaf sebagai konsep
ibadah kebendaan berakar pada al-khayr. Allah memerintahkan
manusia untuk mengerjakannya.
A. Pengertian
Wakaf
Kata
Wakaf atau Waqf, berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal kata Waqafa berarti
menahan, berhenti, diam ditempat, atau tetap berdiri. Kata
“Waqafa-Yaqifu-Waqafan” sama artinya dengan “Habasa-Yahbisu-Tahbisan”.[2]
Sedangkan pengertian wakaf menurut UUD No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf pasal 1 : “ Wakaf adalah perbuatan hukum
wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah”.[3]
Menurut
syara’ wakaf berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah.[4]
Amalan wakaf sangatlah besar artinya bagi kehidupan sosial ekonomi, kebudayaan
dan keagamaan. Oleh karena itu Islam meletakan amalan wakaf sebagai salah satu
macam ibadah yang sangat menggembirakan.[5]
Sejak
datangnya agama Islam di Indonesia abad ke 7 Masehi, perwakafan tanah telah ada
dan berlaku dalam masyarakat Indonesia berdasarkan hukum Islam dan hukum adat,
walaupun belum adanya peraturan secara tertulis.[6] Biasanya wakaf berupa properti seperti
masjid, tanah, bangunan, sekolah atau pondok pesantren, dan lainnya. Sementara
sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat saat ini, mereka membutuhkan dana tunai untuk
meningkatkan kesejahteraan. Berdasarkan prinsip wakaf tersebut dibuatlah
inovasi produk wakaf yaitu wakaf tunai, yakni wakaf yang tidak hanya berupa
properti tetapi dengan dana (uang) secara tunai.[7]
Dengan demikian, pengertian wakaf dapat dilihat secara lebih luas baik
pemanfaatan maupun pengelolaan.
B. Dasar Hukum
Wakaf
Secara eksplisit tidak
ditemukan ayat al-Quran yang mengatur tentang wakaf, namun secara implisit
cukup banyak ayat-ayat yang bisa jadi dasar hukum tentang wakaf, yaitu
beberapa ayat tetang infak diantaranya :
1.
Qur’an : al Hajj : 77
“Wahai
orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah
kebaikan agar kamu beruntung.”
2.
Qur’an : al Baqarah : 261
“Perumpamaan (nafkah
yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir,
pada tiap-tiap butir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
3. Qur’an Ali Imran
: 92
“Kamu sekali-kali
tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian
harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya
Allah mengetahuinya."
Kutipan Al-Quran surat AlI Imran: 92 jelas dipaparkan bahwa menafkahkan harta
yang kita cintai merupakan salah satu jalan sekaligus syarat untuk
menyempurnakan semua kebajikan lain yang sudah, sedang, dan akan kita lakukan.
Bisa jadi seseorang telah banyak berbuat baik. Tampaknya dengan
menafkahkan sebagian hak milik yang sangat dicintai untuk perjuangan di jalan
Allah, barulah akan sampai kepada kebajikan/keshalehan yang sempurna.
Pemahaman konteks atas ajaran wakaf juga
diambilkan dari beberapa hadits Nabi yang menyinggung masalah shadaqah jariyah,
yaitu :
عن ابى هريرة ان
رسول الله صلى عليه و سلم قال : ادا مات ابن ادم انقطع عمله الا من ثلث صدقة
جارية او علم ينتفع به او ولد صالح يدعوله (رواه مسلم )
Dari Abu Hurairah ra.
Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “Apabila anak Adam (manusia meninggal
dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara:
Shadaqah jariyah, ilmu
yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”. (HR. Muslim)
Penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits
tersebut dikataakan asuk dalam pemebahasan wakaf, seperti yang diuangkapkan
seorang Imam
دكره
باب الوقف لانه فسر العلماء الصدقة الجارية بالوقف
Hadit tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf,
karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf. (Imam Muhammad
Ismail, tt., 87)
Hadits Nabi yang secara tegas
menyinggung dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar untuk
mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar :
عن ابن عمر رضى الله
عنهما ان عمر بن الخطاب اصاب ارضا بخيبر فئاتى النبي صلى الله عليه وسلم
يستئامره فيها فقال : يا رسول الله انى اصبت ارضا بخيبر لم اصب مالا
قط انفس عندى منه فما تئامرنى به قال : ان شئت حبست اصلها فتصدقت بها
عمر انه لا يباع ولا يوهب ولا يرث وتصدق بها فى الفقراء وفى القربى
وفى الرقاب وفى سبيل الله وابن السبيل والضيف لاجناح على من وليها ان ياكل
منها با المعرف ويطعم غير متمول (رواه مسلم )
Dari Ibnu Umar ra.
Berkata, bahwa sahabat Umar Ra. Memperoleh sebidang tanah d Khaibar kemudian
menghadap kepada Rasulullah untukm memohon petunjuk Umar berkata : Ya
Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah
mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah engkau perintahkan kepadaku ? Rasulullah
menjawab: Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) ntanah itu, dan kamu sedekahkan
(hasilnya). Kemudian Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum
kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau
tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan
dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak
bermaksud menumpuk harta (HR. Muslim).
Pada sabda Nabi yang lainnya disebutkan
:
عن ابن عمر قال : قال
عمر للنبي صلى الله عليه وسلم ان مائة سهم لى بخيبر لم اصب مالا قط اعجب الي
منها قد اردت ان اتصدق بها فقال النبي صلعم : احبس اصلها وسبل ثمرتها
(رواه ألبخارى و مسلم
Dari Ibnu Umar, ia berkata : “Umar
mengatakan kepada Nabi Saw, saya mempunyai seratus dirham saham di
Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti itu.
Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi Saw mengatakan kepada Umar : Tahanlah
(jangan jual, hibahkan dan wariskan) asalnya (modal pokok) dan jadikan buahnya
sedekah untuk sabilillah” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Bertitik tolak dari beberapa ayat al-Quran dan hadits Nabi yang menyinggung
tentang akaf tersebut nampak tidak terlalu tegas. Karena itu sedikit sekali
hukum-hukum wakaf yang diterapkan berdasarkan kedua sumber tersebut. Sehingga
ajaran wakaf ini diletakan pada wilayah yang bersifat ijtihadi, bukan ta’abudi,
khususnya yang berkaitan dengan aspek pengelolaan, jenis wakaf, syarat,
peruntukan dan lain-lain.
Meskipun demikian, ayat al-Quran dan Sunnah yang sedikit itu mampu menjadi
pedoman para ahli fikih Islam. Sejak masa Khulafaur Rasyidun sampai sekarang,
dalam membahas dan mengembangkan hukum-hukum wakaf dengan menggunakan metode
penggalian hukum (ijtihad) mereka. Sebab itu sebagian besar hukum-hukum wakaf
dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad, dengan menggunakan metode ijtihad
seperti qiyas, maslahah mursalah dan lain-lain.
Selain
dasar hukum melalui Al Qur’an dan Hadist, wakaf telah dikembangkan dan memiliki
tata aturan sehingga dapat dijalankan sesuai dengan perkembangan masyarakat
untu memperoleh hasil yang optimal dari wakaf tersebut, yaitu :
Perwakafan Dalam
Undang-Undang Di Indonesia
1. Wakaf
sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi yang perlu
dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk
memajukan kesejahteraan umum.
2. Wakaf
merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam
masyarakat.
Regulasi Perwakafan di Indonesia
1. Undang-Undang
No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
2. Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 tantang Wakaf
3. Peraturan
pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004
4. Peraturan
pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
C.
Rukun Wakaf
Wakaf dinyatakan sah
apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun wakaf terdiri dari 4 yaitu :[8]
1) Wakif ( orang yang
mewakafkan harta yang diwakafkan)
2) Mauquf Bih ( Barang
atau harta yang diwakafkan)
3) Mauquf A’laih (orang
yang berhak menerima manfaat wakaf)
4) Shigat/Akad
(pernyataan atau ikrar wakif untuk mewakafkan sebagian harta bendanya)
Unsur-Unsur Wakaf[9]
1. Wakif
2. Nadzir
3. Harta
Benda Wakaf
4. Peruntukan
Wakaf
5. Jangka
Waktu Wakaf
6. Sighat
Wakaf/Akad
D.
Syarat Wakaf
Syarat wakaf ialah
terpenuhi semua kriteria baik wakif, akad, nadzir, mauquf ‘Alaih dan mauquf bih
dalam anjuran syariat islam :
·
Syarat Wakif
Sebagai seorang wakif
disyaratkan memiliki kecakapan hukum dalam membelanjakan hartanya, yaitu 4
kriteria :
|
Merdeka[10]
Wakaf yang dilakukan oleh seorang hamba sahaya (budak) tidak sah, karena
wakaf adalah pengguguran hakmilik untuk diserahkan kepada orang lain.
Sedangkan hamba sahaya tidak memiliki hak milik, dirinya dan apa yang
dimiliki adalah milik tuannya.
|
Dewasa (Baligh)
Wakaf dilakukan oleh orang yang sudah baligh karena dianggap mampu
melakukan akad dan mempertanggung jawabkan semua tindakannya dan menggugurkan
hak milik kepada orang lain.
|
|
Berakal Sehat[11]
Wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah hukumnya sebab ia tidak
berakal, tidak mumayyiz, dan tidak cakap melakukan akad serta tindakan
lainnya. Demikian pula wakaf orang lemah akal (idiot), sakit atau penurunan
akal karena usia tidak sah.
|
Tidak berada dibawah
pengampuan
Orang yang berada dibawah pengampuan dipandang tidak mampu untuk berbuat
kebaikan, maka wakaf yang dilakukan hukumnya tidak sah.
|
·
Syarat Mauquf Bih (Harta Benda yang diwakafkan)
Syarat sah harta yang diwakagkan
harus memenuhi kriteria berikut:[12]
|
1. Harta yang diwakafkan harus Mutaqawwam
Menurut mahdzab Hanafi ialah segala
sesuatu yang dapat disimpan dan halal digunakan dalam keadaan normal bukan
keadaan darurat.
|
|
2. Diketahui dengan yakin ketika
diwakafkan
Harta yang akan diwakafkan harus
diketahui dengan yakin, sehingga tidak menimbulkan persengketaan. Karena itu
tidak sah mewakafkanyang tidak jelas seperti “satu rumah dari dua rumah”.[13]
|
|
3. Milik Wakif
Harta yang diwakafkan merupakan milik
penuh dan mengikat bagi wakif ketika ia mewakafkannya, untuk itu tidak sah jika
sesuatu bukan milik wakif. Karena wakaf mengandung kemungkinan
menggugurkan milik atau sumbangan.
|
|
4. Terpisah, bukan milik bersama.
Memiliki kejelasan secara detail
bagian-bagian yang diwakafkan. Karena kebersamaan kepemilikannya menghambat
pemanfaatan sebagai sedekah karena Allah semata.
|
Benda Tidak Bergerak yang Dapat
Diwakafkan
1. Hak atas tanah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,baik yang sudah
terdaftar maupun yang belum terdaftar.
2. Bangunan atau bagian
bangunan yang berdiri di atas tanah dan atau bangunan.
3. Tanaman dan beda lain
yang berkaitan dengan tanah
4. Hal milik atas satuan
rumah sesuai dengan peraturan perundag-undangan yang berlaku.
5. Benda tidak bergerak
lain yang sesuai dengan sejarah dan peraturan perundang-unagan.
Benda Bergerak yang dapat
Diwakafkan
1. Uang Rupiah
2. Logam Mulia
3. Surat Berharga
4. Benda bergerak lain
yang berlaku
5. Kendaraan
6. Hak atas kekayaan
intelektual
7. Hak sewa sesuai
ketentuan syariah dan peraturan perunda-undanga yang berlaku.
·
Syarat Mauquf ‘Alaih (Penerima Wakaf)
Yang dimaksud dengan mauquf alaih adalah tujuan wakaf
(peruntukan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan
diperbolehkan Syariat Islam.
a.
Mazdhab Hanafi mensyaratkan agar mauquf ‘alaih ditujukan untuk ibadah
menurut pandangan Islam dan menurut keyakinan wakif. [14]
1. Sah wakaf orang Islam
kepada semua syiar-syiar Islam dan pihak kebajikan, seperti orang-orang miskin,
rumah sakit, tempat penampungan dan sekolah. Adapun selain itu hukumnya tidak
sah.
2. Sah wakaf non muslim kepada
pihak kebajikan umum seperti tempat ibadat yang meliput pembangunan masjid,
biaya masjid, bantuan kepada jamaah haji dan lain-lain. Adapun selain itu
hukumnya tidak sah.
b.
Madzhab Maliki mensyaratkan agar mauquf alaih untuk ibadat menurut
pandangan wakif. Sah wakaf muslim kepada semua syiar Islam dan badan-badan
sosial umum. Dan tidak sah wakaf non muslim kepada masjid dan syiar-syiar
Islam.
·
Syarat Shighat ( Ikrar Wakaf)
orang yang berakad untuk menyatakan kehendak segala
ucapan, tulisan atau isyarat dari dan menjelaskan apa yang diinginkannya. Namun
shighat wakaf cukup dengan ijab saja dari wakif tanpa memerlukan qabul dari
mauquf alaih. Begitu juga qabul tidak menjadi syarat sahnya wakaf dan juga
tidak menjadi syarat untuk berhaknya mauquf alaih memperoleh manfaat harta
wakaf, kecuali pada wakaf yang tidak tertentu.
E.
Nadzir
Nadzir adalah
pengelola lembaga wakaf yang dapat berbentuk pengelola perseorangan, organisasi
dan badan hukum. Nadzir diamanatkan untuk bertanggungjawab sebagai pengelola
wakaf, baik yang diterima dari wakif atau yang ditunjuk oleh pemerintah.[15]
Menurut UU RI No 41 tahun 2004, Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda
wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Nadzir adalah figur
penting yang menentukan berkembang atau mengkerdilnya eksistensi wakaf.
Diperlukan sosok nadzir yang profesional dalam menangani kasus wakaf sehingga
adanya peningkatan pemahaman dan kepercayaan masyarakat terhadap wakaf di
Indonesia.
Dalam
menjalankan tugas, nadzir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi
10%. Klasifikasi nadzir sesuai dengan pengelolaan:
1. Nadzir Perorangan
(dewasa, sehata, cakap).
2. Organisasi
(Pengurus memenuhi syarat sebagai Nadzir perseorangan, bergerrak dalam bidang
sosial/pemdidikan/kemasyarakatan/keagamaan Islam.
3. Badan Hukum (Pengurus memenuhi syarat sebagai Nadzir
perseorangan, Badan Hukum sah, bergerak dalam bidang sosial/
pendidikan/kemasyarakatan /keagamaan Islam.
Tugas Nadzir
1. Pengadministrasian
harta benda wakaf
2. Mengelola
dan mengembangkan harta wakaf sesuai tujuan, fungsi, dan peruntukan.
3. Mengawasi
dan melindungi harta benda wakaf
4. Melaporkan
pelaksanaan tugas kepada BWI.
Lampiran
Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
1.
Calon Wakif menyerahkan bukti kepemilikan tanah yang akan diwakafkan berupa
sertifikat, Keterangan tidak sengketa Pendaftaran tanah, Keterangan Bupati
tentang kesesuaian Master Plan untuk diteliti PPAIW.
2.
PPAIW melakukan pemeriksaan terhadap Nazir.
3.
Wakif menyatakan Ikrar Wakaf dihadapan PPAIW dengan dihadiri Wakif dan 2
orang saksi bermaterai cukup
4.
PPAIW menuangan Ikrar Wakaf alam bentuk tertulis
5.
PPAIW menuangkan membuat AIW ditandatangani Wakif, Nazir, Saksi dan PPAIW.
6.
AIW diserahkan kepada Nazir beserta dokumen tanah.
7.
PPAIW menerbitkan pendaftaran wakaf dan mendaftarkan kepada BWI dan
Menteria Agama dengan tembusan Kemenag dan Kanwil Kemenag Provinsi
8.
PPAIW memberikan bukti pendaftaran harta wakaf kepada Nazir.
9.
Nazir mengurus sertifikat tanah wakaf ke BPN.
10. Terbit Sertifikat
Tanah Wakaf.
Wakaf Benda Bergerak Selain Uang
1.
Calon Wakif menyerahkan dokumen bukti kepemilikan hata benda wakaf (jika
ada)
2.
PPAIW melakukan pemeriksaan Nazhir.
3.
Wakif menyatakan Ikrar Wakaf di hadapan PPAIW dengan dihadiri Wakif dan dua
oang saksi.
4.
PPAIW menuangkan Ikrara Wakaf dalam bentuk tertulis
5.
PPAIW membuat AIW ditandatangani Wakif, Nazhir, saksi, PPAIW bermaterai
cukup.
6.
AIW disrahkan kepada Nazhir beserta Harta Wakaf.
7.
PPAIW mendaftarkan Benda Wakaf kepada BWI dan Menag dengan tembusan Kemenag
dan Kanwil Kemenag Provinsi.
8.
Nazhir mengurus pengalihan bukti kepemilikan kepada Instansi terkait.
9.
Terbit bukti kepemilikan Harta Benda Wakaf.
DAFTAR PUSTAKA
·
Departemen
Agama, Al-Quran Dan Terjemahnya
·
Tafsir Imam
Baghawi
·
Himpunan
Perundang-Undangan tentang Wakaf
·
Ensiklopedia
Islam Al Kamil
·
Imam
Muslim, Shahih Muslim, (Bandung. Tth). Juz II. hlm. 14
·
Asy
Syarbini, Mughni al – Muhtaj, (Kairo: Mushtafa Halabi), Juz II,
·
Sabiq,
Sayid, Fiqhu as Sunnah, (Libanon: Darul Kitab al-‘Arabi), 1971
·
Suhadi,
Imam, Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa),
2002, cet ke-1.
·
Nawawi,
Imam, Ar-Raudhah, (Bairut: Dar al-Kutub), tt
·
Basyir,
Ahmad Azhar, Hukum Islam Tentang Wakaf Ijarah Syirkah, cet ke-1, Bandung: PT.
Al- Ma’arif
·
Utomo,
Setiawan Budi, Fiqih Aktual, Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
·
Direktorat
Pemberdayaan Wakaf, Jakarta, cet ke-4, 2006.
·
Sukron
Kamil, dkk, Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan, (CSRC:2006)
·
M. Al-Syarbini Al-khatib, Al-iqna fi Hall Al-Alfadz Abi
Syuza, (Indonesia: Daar Al-Ihya Al-Kutub, tt).
[1]
Dept. Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya.
[2]
Muhammad Al Khatib, al Iqna (Bairut:
Darul Ma’rifah) hlm. 26.
[3]
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf ( Bab 1, pasal 1 ayat 1).
[4]
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, alih
bahasa Drs. Muzakir AS, cetakan ke-1 hlm 148.
[5]
Ahmad Azhar Basyir MA, Hukum Islam
Tentang Wakaf, Ijarah, Syirkah, hlm 7.
[6]
Imam Suhadi, Wakaf Untuk Kesejahteraan
Umat, cet. ke-1, hlm 39.
[7]
Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual
(Jakarta, 2003), hlm 155.
[8]
Nawawi, Ar Raudhah IV hlm 377, dan Asy Syarbini, Mughni Al Muhtaj, hlm 376.
[9]
Himpunan Perundang-Undangan Tentang Wakaf (Bab 2, pasal 6).
[10]
Al Baijuri, Hasyisyah al Baijuri, Juz II, hlm 44
[11]
Asy Syarbini, Mughni Al Muhtaj, (Kairo:
Musthafa Halabi), II hlm 377.
[12]
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta:2006) hlm 26-29.
[13]
Asy Syarbini, Mughni Al Muhtaj,
(Kairo: Musthafa Halabi), II hlm 377.
[14]
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta:2006) hlm 46
[15]
Sukron Kamil, dkk, Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan, (CSRC:2006), hlm 96
asslamu'alaikum mba,,postingannya bagus,kebetulan saya juga sedang menyusun skripsi tentang wakaf uang.Kalau boleh mohon masukannya ;)
BalasHapusAlhamdulillah semoga bermanfaat, karena ini juga tugas kuliah saya. kemarin saya berniat untuk melakukan penelitian mengenai wakaf uang di skripsi, tapi terkendala di data sehingga akan sulit untuk memberikan data yang valid. semoga lancar ya kak
Hapus